Oleh:
Iwan Ismi Febriyanto
Niccolo Machiavelli dilahirkan di
Kota Florence di Jazirah Italia pada 1469. Ia dibesarkan dalam keluarga ayahnya
yang ahli hukum dan kaya. Ayahnya membantu Machiavelli untuk menikmati
pendidikan yang terbaik pada waktu itu di Florence, karena ayahnya menginginkan
kelak Machiavelli menjadi seorang teknokrat. Akan tetapi, ibunya mengharapkan
Machiavelli menjadi imam atau rohaniawan. Machiavelli sendiri kemudian
berkembang menjadi seorang politikus dengan ide-ide yang kongkret, praktis, dan
peka terhadap prioritas-prioritas tindakan (Machiavelli, 1987: xix). Pada usia
25 tahun, ia telah berkecimpung dengan kehidupan politik. Machiavelli pernah
menjabat kedudukan tinggi dalam bidang diplomatik, dalam mengatur organisasi
ketentraman, serta mengurus korespondensi resmi negaranya. Machiavelli pernah
dipenjara dan dibuang karena dianggap sebagai komplotan anti pemerintahan tahun
1513. Setelah dibebaskan kembali ia memencilkan diri di sebuah tanah pertanian
di luar kota. Disanalah ia mulai menuangkan ide pikrannya ke dalam bentuk
tulisan, Discorsi dan Principe (Sang Pangeran).
Kejadian-kejadian politik pada
waktu itu meninggalkan kesan yang mendalam pada Machiavelli, ia menyaksikan
runtuhnya kekuasaan keluarga Medici yang sudah memerintah Negara Florence
selama beberapa generasi sekitar seratus tahun. Ia juga melihat runtuhnya suatu
kekuasaan yang tidak mendapat dukungan dari rakyat biasa.
Sementara itu, Machiavelli melihat sendiri betapa tidak
stabilnya kesadaran politik rakyat biasa, karena gampang diombang-ambingkan
oleh permainan politik golongan aristokrat, dimana Savoranola juga menjadi
anggotanya. Oleh karena itu, ia sadar betapa tidak stabil kekuasaan itu.
Padahal stabilitas kekuasaan sangat menentukan pertumbuhan rasa aman dan kultur
kerja di negara Florence seperti dialami ketika Lorenzo Agung memerintah
(Machivelli, 1987: xxi).
Selama tinggal di pedesaan itulah muncul
pertanyaan-pertanyaan di benak Machiavelli di antaranya, “mengapa kekuasaan
mudah runtuh?”. “Bagaimana caranya agar kekuasaan tetap lestari?” saat itu ia
sedang dipuncak kegundahannya. Hatinya pedih menyaksikan Italia yang luluh
lantak oleh serbuan pasukan asing, dan Firenze yang terus-menerus dilanda
perebutan kekuasaan. Namun yang paling membekas di hati Machiavelli adalah
kekuasaan Republik Firenze, bentuk negara yang diidam-idamkannya. Tujuan dari
semua usaha penguasa itu, adalah mempertahankan stabilitas suatu negara agar
negara tetap aman dan apabila ada ancaman baik itu dari dalam maupun dari luar
negeri maka diadakan tindakan penyelamatan. Tindakan yang diambil oleh penguasa
tidak berdasarkan kepentingan rakyat. Akan tetapi, tergantung dari keadaan dan
desakan situasi sosial tanpa mempedulikan apakah tindakan tersebut dinilai baik
atau buruk oleh rakyat. Seorang penguasa tidak perlu takut akan kecaman yang
timbul karena kekejamannya selama ia dapat mempersatukan dan menjadikan rakyat
setia, dan demi keselamatan negara. Menurut Machiavelli seorang penguasa jauh
lebih baik ditakuti oleh rakyatnya daripada dicintai.
Comments