Skip to main content

GAYA KEPEMIMPINAN


GAYA KEPEMIMPINAN
Tinjauan Teoritis mengani Tipologi Gaya Kepemimpinan di Dunia
Oleh : Iwan Ismi Febriyanto

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Peranan Seorang Pemimpin
Manusia merupakan makhluk paling sempurna yang telah di ciptakan Tuhan Yang Maha Esa untuk menempati, menjaga, dan mengolah bumi ini dengan beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk Tuhan lainnya, contohnya akal dan penalaran yang memang merupakan faktor utama bagi gerak tubuh manusia itu sendiri. Nah, dalam ajaran Islam sendiri, terdapat 2 esensi yang paling utama mengapa manusia itu di beri kepercayaan untuk menempati atau hidup di  bumi ini. Yaitu, yang pertama adalah sebagai Waliyullah, atau biasa di sebut wakil dari Sang Pencipta untuk mengolah dan mengajarkan kebenaran di muka bumi ini. Sedangkan yang kedua adalah, Khalifatullah atau sebagai pemimpin dalam menjalankan maupun menjaga keseimbangan di Bumi ini. Makna pemimpin disini ada 2, yaitu bagaimana dia bisa memimpin dirinya sendiri untuk melangkah kedepannya, dan yang kedua adalah bagaimana dia bisa memimpin orang lain, baik itu keluarganya maupun orang lain di sekitarnya.
Namun seiring dengan dinamika kehidupan sosial, terkadang manusiapun bertindak melebihi batas atau wewenang yang diberikan Tuhan kepadanya. Tentunya, itu tak lepas dari sisi kemanusiaannya sendiri yang memang terkadang serakah dan sering mementingkan dirinya sendiri (egois). Karena memang manusia memiliki 2 sifat mendasar, yaitu individualis dan sosialis. Nah, sifat keindividualisannya inilah yang memang terkadang memaksanya untuk selalu mencari kesenangan maupun kebahagaiaan untuk dirinya sendiri, berupa kekayaan, kekuasaan, dan lain sebagainya. Thomas Hobbes, seorang filsuf dari Inggris di abad pertengahan pun pernah berpendapat bahwasannya alat untuk mendapatkan kebahagiaan itu adalah kekayaan, nama baik dan kawan-kawan. Jadi dapat disimpulkan bahwasannya kekayaan dan kekuasaan itu tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Ketika kita singkronisasikan antara kekayaan, kekuasaan, dan esensi manusia sebagai pemimpin, itu sangatlah erat kaitannya. Bahwasannya ketika manusia itu mencari kebahagiaan dengan memperkaya dirinya, hal yang pertama dia lakukan adalah keinginan untuk menjadi penguasa, namun dalam proses menjadi seorang penguasa, tentunya dia harus belajar menjadi seorang pemimpin, baik itu dalam urusan pekerjaan maupun dalam tataran pemerintahan. Nah, yang akan kita pelajari atau bahas disini adalah bagaimana atau gaya kepemimpinan dalam urusan pekerjaan ataupun berwirausaha, karena seperti yang kita ketahui bersama-sama bahwasnnya manusia itu tak lepas dari kodratnya sebagai homo economicus. Yaitu makhluk ekoniomi yang secara umum mempunyai prinsip dalam pengorbanan ataupun pengeluaran yang sekecil-kecilnya, dapat menghasilkan output atau keuntungan yang sebesar-besarnya.
           
            Seperti yang penulis ungkapkan diatas, adapun esensi atau tujuan utama dari penulisan makalah ini adalah untuk sama-sama belajar dan mendalami tentang gaya kepemimpinan dalam menjalankan suatu roda usaha. Dimana, seperti yang kita ketahui bersama-sama bahwasannya dalam menjalankan suatu ruang lingkup sosial, baik itu organisasi maupun kewirausahaan, pasti dibutuhkan sesosok individu yang mampu memimpin jalannya suatu organisasi maupun usaha yang sedang berlangsung demi memajukan organisasi maupun usaha yang dijalankannya. Secara umum, masyarakat banyak berpendapat bahwasannya keberhasilan suatu usaha atau oraganisasi apapun itu tergantung siapa pemimpinnya, dan bagaimana tingkah polah pemimpin itu dalam pengambilan keputusan ataupun kebijakan. Berbicara tentang kepemimpinan, tentunya terdapat gaya atau kriteria-kriteria ideal yang semestinya harus dimiliki oleh setiap pemimpin yang akan menjalankan suatu roda organisasi ataupun usaha. Dan dalam konteks ini, yang akan kita bahas nanti adalah bagaimana Gaya Kepemimpinan yang ideal untuk menjalankan suatu roda usaha itu. Karena, bagaimanapun juga, dalam hal berwirausaha itu diperlukan pemimpin yang ideal untuk memanajemen atau mengatur para pekerjanya demi mempertahankan ataupun dapat mengembangkan usahanya sesuai kebutuhan pasar.
1.2  Pengertian Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan unsur yang penting di dalam sebuah perusahaan. Secara umum bila kita berbicara mengenai para pemimpin dengan kepemimpinannya, kita selalu dihadapi oleh dua kata kunci, yaitu “pemimpin” dan “kepemimpinannya”. Menurut DR. Winardi, S.E., yang dimaksud dengan pemimpin adalah seorang yang karena kecakapan-kecakapan pribadinya dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk mengerahkan upaya bersama ke arah pencapaian sasaran-sasaran tertentu. Sedangkan kepemimpinan menurut DR. Winardi, SE. adalah hubungan dimana seseorang atau pemimpin mempengaruhi orang lain, serta memiliki kemampuan untuk mendayagunakan pengaruh interpersonal melalui alat-alat komunikasi dan bersedia bekerjasama berkaitan dengan tugas yang akan dicapai sesuai dengan keinginan dari pemimpin tersebut.
Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam memimpin para pengikutnya. Perilaku para pemimpin ini secara singkat disebut gaya kepemimpinan (Leadership style). Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau kepribadian. Gaya kepemimpinan juga bisa diartikan sebagai cara pemimpin membawa diri sebagai pemimpin dalam menggunakan kekuasaannya.
Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s)., yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s).
Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.
1.3  Tipologi Kepemimpinan
Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut (Siagian,1997).
1.      Tipe Otokratis. Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat, terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya. Dalam tindakan penggerakkannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
2.      Tipe Militeristis. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya,Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan.
3.      Tipe Paternalistis. Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa, bersikap terlalu melindungi (overly protective),jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan.
4.      Tipe Karismatik. Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu.
5.      Tipe Demokratis. Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia. Dan tipe demokratis adalah tipe yang melakukan desentralisasi atau pemabagian tugas untuk kepada setiap bagian-bagian yang ada di perusahaan. Dan ketika terjadi suatu masalah dalam perusahaanpun dia selalu meminta pendapat terhadap para bawahan dalam menyelesaikan masalah tersebut.
1.4 Fleksibilitas Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori berikut ini.
1.       Teori Genetis (Keturunan). Inti dari teori menyatakan bahwa “Leader are born and nor made” (pemimpin itu dilahirkan (bakat) bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin.
2.       Teori Sosial. Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “Leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.
3.      Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan..


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gaya Kepemimpinan
Dalam pengertian kepemimpinan ini dapat diinterpretasikan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses untuk mencapai suatu tujuan untuk kepentingan suatu organisasi. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menetukan tujuan organisasi. memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi. Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakan  orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat ketergantungan kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi dalam diri setiap orang bawahan, kolega, maupun atas pimpinan itu sendiri.Karena gaya kepemimpinan mencakup tentang bagaimana seseorang bertindak dalam konteks organisasi tersebut, maka cara termudah untuk membahas berbagai jenis gaya ialah dengan menggambarkan jenis organisasi atau situasi yang dihasilkan oleh atau yang cocok bagi satu gaya tertentu. Perhatian utama kita pada saat ini adalah bagi mereka yang sudah berada dalam posisi kepemimpinan, ketimbang mereka yang masih berpikir-pikir mengenai potensi kecakapan mereka. Kita akan membicarakan lima gaya kepemimpinan: birokratis, permisif (serba membolehkan), laissez-faire (berasal dari bahasa Perancis yang sejatinya menunjuk pada doktrin ekonomi yang menganut paham tanpa campur tangan pemerintah di bidang perniagaan; sementara dalam praktik kepemimpinan, si pemimpin mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya untuk melakukan apa saja yang mereka kehendaki), partisipatif, dan otokratis. Kita akan melihat masing-masing gaya tersebut menurut cara kerja pemimpinnya dalam organisasi :     `Birokratis
Ini adalah satu gaya yang ditandai dengan keterikatan yang terus-menerus kepada aturan-aturan organisasi. Gaya ini menganggap bahwa kesulitan-kesulitan akan dapat diatasi bila setiap orang mematuhi peraturan. Keputusan-keputusan dibuat berdasarkan prosedur-prosedur baku. Pemimpinnya adalah seorang diplomat dan tahu bagaimana memakai sebagian besar peraturan untuk membuat orang-orang melaksanakan tugasnya. Kompromi merupakan suatu jalan hidup karena untuk membuat satu keputusan diterima oleh mayoritas, orang sering harus mengalah kepada yang lain. Pemimpin yang birokratis percaya bahwa setiap orang dapat setuju dengan cara yang terbaik dalam mengerjakan segala sesuatu dan bahwa ada suatu sistem di luar hubungan antarmanusia yang dapat dipakai sebagai pedoman. Dalam hal ini pedoman tersebut adalah peraturan- peraturan dan tata cara.
            Permisif
Di sini keinginannya adalah membuat setiap orang dalam kelompok tersebut puas. Membuat orang-orang tetap senang adalah aturan mainnya. Gaya ini menganggap bahwa bila orang-orang merasa puas dengan diri mereka sendiri dan orang lain, maka organisasi tersebut akan berfungsi dan dengan demikian, pekerjaan akan bisa diselesaikan. Koordinasi sering dikorbankan dalam gaya ini.
Laissez-faire
Ini sama sekali bukanlah kepemimpinan. Gaya ini membiarkan segala sesuatunya berjalan dengan sendirinya. Pemimpin hanya melaksanakan fungsi pemeliharaan saja. Misalnya, seorang pendeta mungkin hanya namanya saja ketua dari organisasi tersebut dan hanya menangani urusan khotbah, sementara yang lainnya mengerjakan segala pernik mengenai bagaimana organisasi tersebut harus beroperasi. Gaya ini kadang-kadang dipakai oleh pemimpin yang sering bepergian atau yang hanya bertugas sementara. Pemimpin laissez-faire menganggap bahwa organisasinya berjalan sedemikian baiknya sehingga pemimpin tidak perlu turut campur, atau menganggap bahwa organisasi tersebut tidak membutuhkan pusat kepemimpinan.
            Partisipatif
Gaya ini dipakai oleh mereka yang percaya bahwa cara untuk memotivasi orang-orang adalah dengan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini diharapkan akan menciptakan rasa memiliki sasaran dan tujuan bersama. Masalah yang timbul adalah kemungkinan lambatnya tindakan dalam menangani masa-masa krisis. Pemimpin yang partisipatif biasanya senang memecahkan masalah dan bekerja sama dengan orang lain. Ia menganggap bahwa orang lain pun merasakan hal yang sama, dan karena itu, hasil yang paling besar akan diraih dengan cara bekerja sama dengan mengajak orang lain turut serta dalam mengambil keputusan dan meraih sasaran.
Otokratis
Gaya ini ditandai dengan ketergantungan kepada yang berwenang dan biasanya menganggap bahwa orang-orang tidak akan melakukan apa-apa kecuali jika diperintahkan. Gaya ini tidak mendorong adanya pembaruan. Pemimpin menganggap dirinya sangat diperlukan. Keputusan dapat dibuat dengan cepat. Pemimpin yang otokratis menganggap bahwa orang-orang hanya akan melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka dan/atau ia tahu apa yang terbaik. (Dengan kata lain, ia mungkin tampak sebagai seorang diktator.)
2.2 Kolerasi Antara Gaya Kepemimpinan dengan Perusahaan
            Selain dari pada tipe pemimpin di atas, terdapat 5 macam tipe kepemimpinan lagi yang sekiranya perlu kita jadikan bahan reverensi kita dalam mengelola perusahaan menurut Siagian yang dikemukakan sekitar tahun 1997an. Yaitu; otokratis, militeristis, paternalistis, karismatik, dan demokratis.
Yang pertama yang akan kita bahas adalah tipe otokratis, sebagaimana telah di ungkapakan sebelumnya, tipe otokratis adalah tipe pemimpin yang sentral dalam mengambil kekuasaannya. Tipe ini bisa dibilang tipe yang mengutamakan egoisitas dirinya sendiri, artinya dia selalu merasa apa yang menjadikan keputusannya adalah bersifat mutlak dan kadang penuh dengan paksaan. Tipe seperti ini, jika kita kolerasikan terhadap suatu perusahaan, terdapat beberapa dampak positif dan negative. Dampak positifnya adalah dia selalu bertindak tegas dan penuh komitmen, serta pemimpin ini akan cepat dalam pengambilan keputusan untuk sebuah kebijakan yang akan di ambil ketika perusahaan itu mengalami sebuah masalah. Sedangkan dampak negatifnya adalah dia kadang tidak efisien dalam menetapkan sebuah kebijakan yang akan diambilnya karena terlalu terburu-buru, selain itu tipe pemimpin ini juga tidak bisa mengembangkan potensi yang ada pada karyawannya karena tidak pernah diberi kesempatan untuk berkembang.
Tipe yang kedua adalah tipe militeristis, sesuai dengan nama yang diambilnya, tipe pemimpin seperti ini selalu menerapkan peraturan yang sangat ketat dan disiplin untuk karyawan yang ada di perusahaannya. Tipe ini sebenarnya bagus jika benar-benar diterapkan dalam suatu perusahaan, akan tetapi juga terkadang sangat kaku. Artinya, bagaimanapun juga, manusia membutuhkan kelonggaran dalam setiap peraturan. Dan dalam hal kedekatan dengan karayawanpun pastinya sangat sulit tercipta. Akhirnya, komunikasi antara pemimpin dengan bawahanpun mulai tidak bisa dijalin, itu akan berdampak serius bagi perusahaan nantinya.
Selanjutnya adalah tipe yang ketiga, yaitu paternalistis. Pemimpin dengan kategori paternalis, sering beranggapan bawahannya itu belum dewasa dan tidak bersedia memberikan bawahannya dalam mengambil keputusan. Jadi dia tidak akan bersedia untuk mendengarkan karyawannya turut serta dalam pengambilan keputusan dalam perusahaannya. Tipe ini cenderung sama seperti tipe otokratis.
Kemudian yang keempat adalah pemimpin dengan tipe karismatik. Pemimpin seperti ini adalah sosok pemimpin yang sangat banyak diidolakan oleh para karyawannya. Karena dia selalu bijaksana dalam mengambil keputusan apapun demi kebaikan bersama. Biasanya tipe pemimpin seperti sangatlah langgeng dalam masa jabatannya, karena rasa cinta atau kagum karyawannya itu dapat mendongkrak kinerja para karyawannya dalam bekerja di perusahaannya tersebut.
Dan tipe yang terkhir adalah tipe pemimpin yang demokratis. Jika kita liat dari namanya saja, tipe ini sangatlah kelihatan watak kepemimpinannya mengutamakan kepentingan bersama demi memajukan perusahaannya. Hal yang paling menonjol dari pemimpin ini adalah dia selalu menyaring beberapa argumen dari para bawahannya untuk kemudian di jadikan satu gagasan yang nantinya akan diterapkan dalam kebijakan yang ada di perusahaannya. Tipe pemimpin ini selalu menerapkan sistem pembagian kekuasaan yang jelas kepada para bawahannya. Dan itu sangatlah bagus demi menunjang potensi yang ada dalam diri setiap karyawannya.

BAB III
PENUTUP


3.1  Kesimpulan
          Dari materi yang telah kami sajikan diatas, maka yang dapat kami simpulkan adalah:
-          Bahwasannya setiap pemimpin itu harus memiliki gaya kepemimpinan yang ideal menurut dirinya dan para pengikutnya, dalam artian dia harus memiliki ciri khas atau kelebihan dibandingkan dengan para karyawan atau bawahannya.
-          Apapun gaya kepemimpinan yang akan di ambil nanti, setiap pemimpin itu harus selalu berhati-hati dan mensingkronisasikan antara situasi dan kondisi yang ada dengan keputusan yang akan dia ambil nantinya.
-          Dan yang terakhir yang dapat kami simpulkan adalah bahwasannya apapun gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin itu pasti besar atau kecil dipengaruhi oleh sikap maupun watak dari pribadi dalam diri masing-masingnya.

3.2  Pendapat Kelompok
Dari berbagai reverensi yang telah kami ambil, kami dapat memberikan suatu kesimpulan terhadap gaya kepemimpinan, diantaranya:
-          Pemimpin itu harus memiliki gaya kepemimpinan yang lain dari pada yang lain, artinya dia harus memiliki ciri khas dalam kepemimpinannya.
-          Jiwa kepemimpinan itu sangat perlu dimiliki oleh seorang pemimpin, setiap oraganisasi maupun perusahaan itu butuh sosok yang bisa mengayomi maupun mengatur serta memotivasi para karyawannya atau anggotanya dalam melakukan pekerjaan.
-          Dan yang terakhir, apapun gaya kepemimpinan yang diambil oleh seorang pemimpin nanti, pemimpin haruslah memiliki fleksibelitas tindakan. Dalam artian, mereka harus pandai untuk memilih dan memilah situasi dan kondisi mana yang cocok untuk gaya kepemimpinan apa yang akan diterapkan.




DAFTAR PUSTAKA

1.         Dale, Robert d, Pelayanan Sebagai Pemimpin, Gandum Mas, Malang, 1992.














Comments

Popular posts from this blog

Teori Elit dalam Kebijakan Publik

ELIT DAN KEBIJAKAN : TINJAUAN TEORITIS TENTANG MODEL ELIT DALAM MEMAHAMI ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK Oleh : Iwan Ismi Febriyanto Abstract             In the analysis of public policy, of course, there are some models that can be used to focus on one subject of public policy itself. That is, before we alone make this a great and sturdy construction, of course, we must have a clear model. That is the reason why public policy analysis models are crucial in making or analyzing public policy. There are several models in the classification of policy analysis. However, here the author would like to focus on Elite Model Theory in the analysis of public policy. To find out how political institutions operate, how decisions are made then the informant's most relevant is the political elite. Elite is defined as "those that relate to, or have, an important position." Political elite to do with how power affects the person's public policy making. Here the role of the

TEORI NEW PUBLIC MANAGEMENT

DIALEKTIKA KEBIJAKAN PUBLIK : “STUDI KOMPARASI TEORI NEW PUBLIC MANAGEMENT DENGAN GOOD GOVERNANCE DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK” Oleh: Iwan Ismi Febriyanto Abstract Public sector organizations are often described unproductive, inefficient, always loss, low quality, poor innovation and creativity, as well as many other critics. The emergence of strong criticism directed at public sector organizations will then cause the movement to reform public sector management. One of the public sector reform movement is the emergence of the concept of New Public Management (NPM). The concept of new public management was initially introduced by Christopher Hood in 1991. When viewed from a historical perspective, modern management approaches in the public sector at first appear in Europe in the 1980s and 1990s as a reaction to the inadequacy of the traditional model of public administration. NPM emphasis at that time was the implementation of decentralization, devolution, and the m

Anarkisme, Liberalisme, dan Komunisme

Anarkisme, Liberalisme, dan Komunisme Analisis Mengenai Pengaruh dan Implementasinya dalam Kondisi Politik di Suatu Negara Oleh : Iwan Ismi Febriyanto BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG             Ideologi merupakan hal yang paling krusial dalam sejarah maupun masa depan kehidupan manusia, terutama dalam bidang politik dan ekonomi. Bagaimana ideologi mempunyai peran sebagai dasar maupun pijakan yang digunakan oleh suaru kelompok sebagai panutan dari apa yang akan dilakukannya kedepan. Kata ideologi sendiri pertama kali dikembangkan dan diperkenalkan oleh seorang filsuf dari negara Perancis yang bernama Antonie Destutt de Tracy di masa Revolusi Perancis. Antony Downs (1957:96) mengatakan bahwa ideology merupakan seperangkat asumsi dasar baik normatif maupun empiris mengenai sifat dan tujuan manusia atau masyarakat agar dapat dipakai untuk mendorong serta mengembangkan tertib politik.