Skip to main content

Pemikiran Soekarno-Hatta dalam Mengkonstruksi Negara Indonesia


Napak Tilas Perjalanan dan Pemikiran Tokoh Revolusi Kemerdekaan Indonesia
”Analisis Pemikiran Soekarno-Hatta dalam Mengkonstruksi Negara Indonesia”
Oleh: Iwan Ismi Febriyanto



            Soekarno-Hatta adalah dua nama pemimpin besar revolusi kemerdekaan Indonesia dalam perjuangan merebut kedaulatan Republik ini dari segala bentuk imperialism dan kolonialisme pihak asing. Dua nama ini juga yang tertera dalam naskah proklamasi yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945 yang dibacakan dijalan Pegangsaan Timur nomor 56, Jakarta atau kediaman dari Presiden Soekarno. Ini adalah saksi sejarah tentang bagaiamana segala daya dan upaya yang dilakukan oleh para tokoh revolusi pada waktu itu setelah terjadi vacuum of power di Indonesia. Soekarno yang dipilih sebagai pembaca naskah proklamasi tersebut adalah sosok yang penuh keberanian dan dikenal sebagai orator ulung serta inisiator berbagai gerakan revolusioner yang terjadi di Indonesia. Sedangkan Hatta, dikenal sebagai seorang administrator ulung, intelektual muda yang sangat cerdas dalam mengkonsepsi begbagai pemikiran sosial. Kolaborasi ini dirasa cocok sebagai corong dari pimpinan negara Indonesia.

      Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika. Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
Soekarno dengan kemampuannya dalam memahami bahasa asing menyelami alam pemikiran para pemikir besar dunia (seperti Marx, Gladston,Rousseau,Jaures,dan lainnya) yang membentuk corak dan arah pemikiran Soekarno. Kemampuannya ini menjadikan pemikiran Soekarno kosmopolitan dan menjadikannya tidak terkungkung pada teritori Indonesia saja dalam ranah pemikirannya. Hal ini bisa dilihat dalam buah pikirnya di masa demokrasi terpimpin yang kontra terhadap neokolonialisme dan cenderung membawa Indonesia ke blok Komunis.
Sedangkan Bung Hatta Hatta lahir tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi Sumatera Barat. Nama aslinya ‘Mohammad Athar’ yang artinya minyak wangi, Hatta lahir dari pasangan Haji Mohammad Djamil dan Siti Saleha yang merupakan keluarga cukup terpandang di Bukittinggi Sumatera Barat. Garis keturunan dari ayahnya merupakan keluarga ulama, sedangkan ibunya merupakan keturunan saudagar. Dari dua garis keturunan tersebut telah memberikan dua bakat pada dirinya. Dia intelek religius, yang mempunyai visi ekonomi dan ketegaran luar biasa, sehingga sanggup menghadapi segala penderitaan dan cobaan dengan jiwa tenang dan penuh kesabaran. Di matanya, rencana kemakmuran rakyat di masa mendatang harus berdasar kepada teori yang dipikirkan sematang-matangnya dengan pelaksanaan yang sinkron pada ruang dan waktu.
Mohammad Hatta (Hatta) adalah salah satu pemimpin Indonesia yang paling menonjol. Wawasan intelektualnya sangat jauh ke depan, sementara moral politiknya yang prima dan anggun banyak diakui kawan dan lawan. Jaman pendudukan Jepang (tahun 1942-1945) bagi Mohammad Hatta, merupakan sebuah ujian besar, yang hanya dapat diatasinya karena keteguhan iman dan optimismenya akan tercapainya cita-cita Indonesia merdeka.

Konsepsi Negara di mata Soekarno
            Sebagai bapak plokamator sekaligus mandataris Presiden pertama Indonesia, Bung Karno memiliki konsepan mengenai bagaimana menjalankan pembangunan nasional Indonesia yang masih berusia sangat muda pada waktu itu. Beliau menafsirkan kondisi bangsa Indonesia adalah sebagai komunitas karatkter yang berkembang dari komunitas pengalaman bersama. Yang mempersatukan Indonesia adalah pengalaman ketertindasan, pengalaman ketidakadilan yang diderita bersama, pengalaman berbagai kekejaman, pengalaman penghinaan bahwa orang asing menjadi tuan-tuan dan menghisap tenaga kerja rakyat. Karena Indonesia bukan sesuatu yang alami, maka Soekarno begitu menekankan perlunya nation building atau pembangunan karakter kebangsaan. Artinya, ditengah-tengah kemajemukan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, semangat untuk bersatu di bawah panji kebangsaan sangatlah penting dalam menjaga integritas nasional kebangsaan Indonesia.
            Gagasan mengenai pentingnya nation building, lalu diaktualisasikan dalam perancangan dasar falsafah negara yang berbentuk pancasila. Pancasila adalah warisan Nusantara. Sesuai dengan karakteristik lingkungan alamnya, seabagai negeri lautan yang ditaburi pulau-pulau (archipelago), jenius Nusantara merefleksikan sifat lautan. Sifat lautan adalah menyerap dan membersihkan, menyerap tanpa mengotori lingkungannya. Sifat lautan juga dalam keluasannya, mampu menampung segala keragaman jenis dan ukuran. Sebagai “negara kepulauan” terbesar didunia, yang membujur di titik strategis persilangan antarbenua dan antarsamudra, dengan daya tarik kekayaan sumber daya yang berlimpah, Indonesia sejak lama menjadi titik temu penjelajahan bahari yang membawa berbagai arus peradaban. Maka, jadilah Nusantara sebagai tamansari peradaban dunia. Begitulah makna fiolosofis yang dimiliki oleh dasar negara kita, yaitu Pancasila.
            Dalam sila keempat pancasila, terdapat bentuk negara Indonesia, yaitu bernafaskan dengan demokrasi. Pada masa pemerintahan soekarno, yaitu pada masa republik Indonesia I (1945-1959), Soekarno memakai sistem Demokrasi Konstitusional. Namun, karena berbagai polemic sosial politik dan gejola yang timbul pada waktu itu, soekarno dengan dekritnya mengganti konsepsi demokrasi konstitusional dengan konsep demokrasi terpimpin. Selain itu, Soekarno juga memilih menerapkan konsep NASAKOM sebagai alat pemersatu dari adanya disintegritas yang mengancam kedaulatan negara Indonesia. Yaitu gejolak antara PKI, kaum agamis, dan juga Militer.
            Dalam bidang ekonomi, Soekarno memilih konsep marhaenisme sebagai landasan dasar ekonomi yang akan dianut bangsa Indonesia. Konsep mengenai marhaenisme ini dicanangkan tidak lepas dari pengadopsian dari pemikiran Karl Marx tentang komunismenya. Dalam artian bahwa Soekarno melihat dari konstruksi atau kultur dari masyarakat Indonesia sendiri adalah masyarakat yang sosialis. Istilah marhaenisme dan marhaen disebut-sebut dalam pidato Soekarno sebagai ketua PNI yang didirikan pada bulan Juli 1927, tetapi bisa dikatakan secara resmi istilah Marhaen itu memperoleh definisi dalam pidato pembelaan Soekarno, Indonesia Menggugat, di hadapan Pengadilan Kolonial Belanda di Bandung pada tahun 1930.
            Soekarno menyatakan bahwa pergaulan hidup merk Marhaen, adalah pergaulan hidup yang sebagian besar sekali adalah dari kaum kecil, kaum buruh kecil, kaum pedagang kecil, kaum pelayar kecil, dan lain sebagainya. Walaupun diadopsi dari pemikiran sosialisme Barat, namun disini Soekarno mencoba membedakan secara tajam antara konsep Marhaennya it dengan konsep ploretariat dari kaum sosialis Barat, terutama komunis. Kalau struktur masyarakat Eropa telah melahirkan kaum buruh sebagai golongan tertindas atau ploretar, sebaliknya masyarakat Indonesia yang belum industrialis mempunyai kaum marhaen yang juga sengsara dan melarat. Dasar pokok kedua, menyatakan bahwa Marhaen tidak hanya mengacu pada peani miskin, tetapi mencakup kaum ploretar dan kaum melarat lainnya. Oleh karena itu pada dasar pokok ketiga, dinyatakan bahwa Marhaen lebih luas dari ploretar, karena ia mencakup segala macam kaum melarat lainnya.

Konsepsi Pemikiran Hatta dalam konstruksi Negara Indonesia
            Cita-cita tentang keadilan sosial adalah sari pati dari nilai-nilai timur dan barat yang mengkristal dan membentuk visi Hatta mengenai masalah-masalah politik kenegaraan. Hatta sangat percaya bahwa demokrasi adalah hari depan sistem politik Indonesia. Kepercayaan yang mendalam kepada prinsip demokrasi inilah yang pernah menempatkan Hatta pada posisi yang berseberangan dengan Bung Karno ketika masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966). Pemikiran Bung Hatta yang sangat komprehensif tentang keadilan sosial dapat dilihat dan ditelusuri pada saat ia berbicara tentang Pancasila, suatu dasar yang dibelanya secara sungguh-sungguh baik dalam teori maupun praktek.
Dalam memandang masalah kebangsaan, Hatta menunjuk teori-teori Sarjana Barat Ernest Renan, Offo Bauer dan Lothrop Stoddard. Hatta menegaskan keyakinannya bahwa bangsa ditentukan oleh keinsafan sebagai suatu persekutuan yang tersusun jadi satu, yaitu keinsafan yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Pemikiran lain yang diperjuangkan Bung Hatta dalam rangka penyusunan UUD 1945 adalah dengan keberhasilannya memasukkan perihal ekonomi dan kesejahteraan rakyat pada pasal 33 sebelum diamandemen yang berbunyi: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.




Kolaborasi Pemikiran Soekarno-Hatta
            Setelah melihat dari berbagai macam gagasan yang ditawarkan atau dikonsepsi oleh kedua pemimpin besar pertama bangsa Indonesia, kita bisa tarik kerangka teori maupun konsep mereka tertuju pada nilai-nilai sosialisme yang harus diimplementasikan dalam nafas keindonesiaan. Gagasan Soekarno mengenai marhaenisme dan Hatta tentang bagaimana mengolah ekonomi negara dengan jalan koperasi inilah yang mengautkan statemen bahwa kerangka berfikir mereka tidaklah jauh berbeda dalam upaya untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang sejahtera. Dimana nafas keadilan sosial sangatlah mantap untuk kemudian diperjuangkan dalam konsepsi bernegara.
            Memang dalam bidang politik yang dianut, mereka sempat berseberangan mengenai konsep demokrasi terpimpin yang diajukan oleh Soekarno. Karena menurut Hatta, konsep itu hanyalah konsep untuk melanggengkan kekuasaan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup Republik Indonesia. Ini oleh Hatta dinilai sebagai bentuk penyimpangan terhadap nilai Pancasila yang dibelanya habis-habisan dalam masa persidangan PPKI dan BPUPKI. 
            Apapun yang menjadi persamaan maupun perbedaan dari kedua tokoh ini, kita sebagai generasi muda harusnya bisa melihat dan bangga terhadap dua diantara jutaan anak bangsa yang sempat memimpin gerakan revolusioner bangsa Indonesia yang sekarang bisa kita nikmati kemerdekaan Negara Indonesia. dan jadikanlah mereka sebagai teladan kita dalam mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia yang sudah kita nikmati lebih dari 66 tahun lamanya. Semoga dengan artikel yang singkat ini, baik penulis maupun pembaca bisa kembali untuk terbakar semangatnya untuk melakukan berbagai bentuk perubahan untuk Indonesia yang lebih baik lagi.

Daftar bacaan :
-          Budiardjo, Miriam Prof. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
-          GNRI. Bung Karno tentang Marhaen dan Proletar. Jakarta: Grasindo, 1999
-          Latif, Yudi. Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia, 2011
-          Artikel tentang pemikiran Hatta oleh Arjuna Putra,SP

Comments

Popular posts from this blog

Teori Elit dalam Kebijakan Publik

ELIT DAN KEBIJAKAN : TINJAUAN TEORITIS TENTANG MODEL ELIT DALAM MEMAHAMI ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK Oleh : Iwan Ismi Febriyanto Abstract             In the analysis of public policy, of course, there are some models that can be used to focus on one subject of public policy itself. That is, before we alone make this a great and sturdy construction, of course, we must have a clear model. That is the reason why public policy analysis models are crucial in making or analyzing public policy. There are several models in the classification of policy analysis. However, here the author would like to focus on Elite Model Theory in the analysis of public policy. To find out how political institutions operate, how decisions are made then the informant's most relevant is the political elite. Elite is defined as "those that relate to, or have, an important position." Political elite to do with how power affects the person's public policy making. Here the role of the

TEORI NEW PUBLIC MANAGEMENT

DIALEKTIKA KEBIJAKAN PUBLIK : “STUDI KOMPARASI TEORI NEW PUBLIC MANAGEMENT DENGAN GOOD GOVERNANCE DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK” Oleh: Iwan Ismi Febriyanto Abstract Public sector organizations are often described unproductive, inefficient, always loss, low quality, poor innovation and creativity, as well as many other critics. The emergence of strong criticism directed at public sector organizations will then cause the movement to reform public sector management. One of the public sector reform movement is the emergence of the concept of New Public Management (NPM). The concept of new public management was initially introduced by Christopher Hood in 1991. When viewed from a historical perspective, modern management approaches in the public sector at first appear in Europe in the 1980s and 1990s as a reaction to the inadequacy of the traditional model of public administration. NPM emphasis at that time was the implementation of decentralization, devolution, and the m

Anarkisme, Liberalisme, dan Komunisme

Anarkisme, Liberalisme, dan Komunisme Analisis Mengenai Pengaruh dan Implementasinya dalam Kondisi Politik di Suatu Negara Oleh : Iwan Ismi Febriyanto BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG             Ideologi merupakan hal yang paling krusial dalam sejarah maupun masa depan kehidupan manusia, terutama dalam bidang politik dan ekonomi. Bagaimana ideologi mempunyai peran sebagai dasar maupun pijakan yang digunakan oleh suaru kelompok sebagai panutan dari apa yang akan dilakukannya kedepan. Kata ideologi sendiri pertama kali dikembangkan dan diperkenalkan oleh seorang filsuf dari negara Perancis yang bernama Antonie Destutt de Tracy di masa Revolusi Perancis. Antony Downs (1957:96) mengatakan bahwa ideology merupakan seperangkat asumsi dasar baik normatif maupun empiris mengenai sifat dan tujuan manusia atau masyarakat agar dapat dipakai untuk mendorong serta mengembangkan tertib politik.