Skip to main content

DARI GOOD GOVERNTMENT KE GOOD GOVERNANCE


DARI GOOD GOVERNTMENT KE GOOD GOVERNANCE :
AKTUALISASI KONSEP GOOD GOVERNANCE DALAM MASYARAKAT INDONESIA PASCA RUNTUHNYA REZIM ORDE BARU

Iwan Ismi Febriyanto



ABCTRACT
             The conception of Good Governance is the one of reformation of government in Indonesia. The idea of Good Governance will make our government can be better than Orde Baru era. In era of reformation, a trouble of our government is in internal of bureaucracy. The implementation of good governance be expected make transformation our bureaucracy can be better than last. In this journal, we argued that implementation concept  of good governance can be guarantee the fulfillment of society’s interest due to existence of equal power relation embedded in country’s political environment.

Key words : Governance, Good Governance, Bureaucracy, Public Interest.



PENHADULUAN
            Gejolak pasca reformasi di Indonesia berkumandang pasca penggulingan rezim Soeharto dengan diktatorismenya. Sistem yang tadinya sentralistik, berubah menjadi teriakan demokratisasi pada sektor-sektor pemerintahan. Sejak saat itu, perbahan dramatis di Indonesia telah memulai berbagai inisiatif yang dirancang ntuk mempromosikan good governance, akuntabilitas, dan partisipasi yang lebih luas. Konsolidasi demokratik tak hanya dilakukan dalam pergantian seorang presiden saja. Namun juga membutuhkan nilai-nilai kewarganegaraan yang mendukung kerjasama dan partisipasi dalam civil society. Artinya penumbuhan sektor hubungan antara masyarakat dan negara berusaha untuk kemudian diperbaiki dengan penanaman-penanaman yang bersifat memberikan stimulus dalam hal kepercayaan masyarakat dengan negara.
            Berbicara tentang perubahan dalam governance, kita harus membedakan antara state-building dan state formation. State building adalah upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas dari negara untuk menjalankan perencanakan kota, menyalurkan jasa-jasa pelayanan publik, atau menyelengaran proses pemilihan umum. Sedangkan state formation adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan negara-masyarakat sebagai hasil dari perubahan kapasitas negara dan aktor-aktor sosial, ekonomi dan politik lannya.[1] Nah, pada tataran state building inilah yang kemudian merupakan hal yang urgent untuk segera direformasi secara sistem birokrasi yang ada di Indonesia. dengan diterapkannya Good Governance pada tataran sistem yang ada dipemerintahan Indonesia, makadiharapkan terjadi hubungan yang lebih harmonis dan berkesinambungan antara Negara, Pasar, dan Masyarakat Sipil.
            Isu governance mulai memasuki arena perdebatan pmbangunan di Indonesia didorong oleh adanya dinamika yang menuntut perubahan-perubahan di sisi pemerintah maupun di sisi warga. Yang kedepannya diharapkan akan terjadi pemerintahan yang lebih demokratis, efisien dalam penggunaan sumber daya publik, lebih tanggap serta mampu menyusun kebijakan, program dan hukumyang daat menjamin hak asasi dan keadilan sosial.
            Sebagai negara yang sedang menjalani proses transisimenuju demokrasi, pertanyaanesar yang muncul di Indonesia saat ini adalah hubungan seperti apa yang kelak akan dibangun antara warga dan pemerintah untuk menjamin tercapainya penyelengaraan good governance ? Jawabannya, kita mengingikan adanya penyelenggaraan pemerintah yang demokratis, yaitu pemerintahan yang menekankan pentingnya membangun proses pengambilan keputusan publik yang sensitif terhadap suara-suara komunitas. Artinya, pengambilan keputusan yang hirarkis berubah menjadi pengambilan keputusan dengan andil seluruh stakeholder. Stakeholder disini dimaknai sebagai individu, kelompok, atau organisasi – perempuan dan laki-laki- yang memiliki kepentingan, terlibat, aau dipengaruhi (secara positif maupun negatif) oleh kegiatan atau program pembangunan.[2]
            Adapun demikian, seperti yang kita ketahui bersama bahwa di Indonesia sendiri, masih banyak hal yang kemudian memunculkan stigma diharuskannya reformasi birokrasi pada tataran pemerintah pusat maupun daerah. Masalah-masalah seperti tindak korupsi yang masih merajalela, badan-badan pemerintahan yang masih cenderung tertutup, berbagai keluhan yang kurang direspon oleh lembaga aparatur negara, dan lain sebagainya yang ternyata masih belum menemui titik temu. Disinilah kemudian memunculkan wacana tentang reformasi birokrasi yang harus dilakukan demi terciptanya good governance dan clean governance.
            Setidaknya ada tujuh kelemahan yang terdapat pada birokrasi di Indonesia, yaitu (1) lemahnya kehendak pemerintah atau political will/government will; (2) belum adanya persamaan persepsi dan pemahaman tentang visi, misi, tujuan dan rencana tindak tidak jelas; (3) kurangnya memanfaatkan teknologi informasi (e-government, e-procurement, information technology) dalam pemberantasan KKN; (4) belum ada kesepakatan menerapkan SIN (single identification/identity number) tentang data kepegawaian, asuransi kesehatan, taspen, pajak, tanah, imigrasi, bea cukai, dan yang erkait lainnya; (5) masih banyak duplikasi, pertentangan, dan ketidakwajaran peratutan perundang-undangan (ambivalen dan multi-interpreted); (6) kelemahan dalam penangulangan kejahatan ; dan yang ke (7) adalah belum adanya konsistensi yang didukung kesungguhan atau keseriusan pemerinah dalampemberantasan KKN.
            Singkat kata, governance yang baik hanya akan terwujud apabila dua kekuatan saling mendkung, yaitu warga yang bertangung jawab, aktif, dan memiliki kesadaran, bersama dengan pemerintah yang terbuka, tanggap, mau mendengar, dan mau melibatkan (inklusif). Inilah basis tatanan masyarakat yang diidamkan oleh sebuah negara. Disini, penulis ingin berupaya untuk mencoba melakukan penggalian terhadap aspek-aspek yang kemudian digagas oleh teori good governance. Mengenai apa da juga bagaimana implementasi prinsip good governance di Indonesia.
            Lalu yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana aktualisasi konsep Good Governance ini di implementasikan di wilayah birokrasi di Indonesia ? Jawaban dari pertanyaan inilah yang kemudian akan dijawab oleh penulis sendiri dalam jurnal ini. Reformasi dari adanya sistem birokrasi ini dirasa penting untuk kemudian diterapkan demi terciptanya pemerintahan yang baik dalam upaya pelayanan kepada masyarakat di Indonesia.

Sejarah Singkat Good Governance
            Isu mengenai good governance memang santer dibicarakan setelah Indonesia mengalami transisi demokrasi setelah jatuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998. Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga dalam upaya mengatur sumber daya serta memecahkan masalah-masalah pulik. Dalam konsep governance, pemerintah hanya menjadi salah satu aktor dan tidak selalu menjadi aktor yan paling menentukan. Implikasinya,peran pemerintah sebagai pembangun maupun penyedia jasa pelayanan dan infrastruktur akan bergeser menjadi badan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfaslitasi pihak laindi komnitas dan sektor swasta untuk ikut aktif dalam melakukan upaya tersebut.
            Secara terminologis governance dimengerti sebagai kepemerintahan, sehinggamasih banyak yang beranggapan bahwa governance adalah sinonim dari government. Interpretasi dari praktik-praktik governance selama ini memang lebih banyak mengacu perilaku dan kapasitas pemerintah, sehingga good governance seolah-olah otomatis akan tercapai apabila ada god government. Sejatinya konsep ­governance haus dipahami sebagai suatu proses,bukan struktur atau institus. Governance juga menunjukan inklusivitas. Kalau government selama ini dilihat sebagai “mereka”, maka governance adalah “kita”. Menurut Leach & Percy-Smith (2001), Government mengandung pengertian politisi dan pemerintahlah yang mengatur, melakukan sesuatu, memberikan pelayanan, sementara sisa dari “kita” adalah penerima yang pasif. Sementara governance meleburkan perbedaan antara “pemerintah” dan “yang diperintah”, kita semua adalah bagian dari proses governance.[3]
            Lembaga internasional yang mengawali mempopulerkan istilah mengenai governance adalah Bank Dunia melaluipublikasinya diterbitkan pada tahun 1992 yang berjudul Governance and Development. Definisi governance sendiri menurut Bank Dunia adalah ”the manner in which power is exercised in the management of a country’s social and economic resources for development”. Berikutnya adalah Asian Development Bank (ADB), yang sejak tahun 1995 telah memiliki policy paper bertajuk Governance : Sound Development Management. Kebijakan ADB mengartikulasikan empat elemen esensial dari good governance yaitu accountability, participation, predictability, dan transparency. UNDP kemudian membuat definisi yang lebih ekspansif, governance meliputi pemerintah, sektor swasta, dan civil society serta interaksi antar-ketiga elemen tersebut (lihat UNDP, Reconceptualising Governance: Discussion Paper No. 2: 1997). [4]

Konsepsi Good Governance di Indonesia
            Good Governance adalah tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Reformasi Birokrasi merupakan perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi, antara lain kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas aparatur, pengawasan, dan pelayanan publik. Adapin hal yang penting dalam reformasi birokrasi adalah perubahan mind-set dan culture-set serta pengembangan budaya kerja. Yang dimaksud  perubahan mind-set disini adalah dengan merubah pola pikir para aparatur negara dengan memberikan stimulasi perubahan paradigma bekerja sebagai alat pengabdian kepada negara dan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud culture-set adalah dengan membuat suatu budaya kerja yang baru pada tataran birokrasi yang ada di pemerintahan.
Terdapat sepuluh prinsip dari adanya good governance sendiri, yaitu kesetaraan (equity), pengawasan (supervision), penegakkan hukum (law enforcement), daya tangkap (responsibility), efisien dan efektifitas, partisipasi, profesionalisme atau profesionalitas, akuntabilitas, wawasan kedepan, dan adanya transparansi. Bappenas sendiri mencatat ada empat belas unsur dalam implementasi prinsip good governance , yaitu; (1) wawasan ke depan (visionary); (2) keterbukaan dan transparansi (opennes and transparency); (3) partisipasi masyarakat (community participation); (4) tanggung gugat (accountability); (5) supremasi hukum (rule of law); (6) demokrasi (democracy); (7) profesionalisme dan kompetensi (professionalism and competency); (8) daya tanggap (responsiveness); (9) keefisienan dan keefektifan (efficiency and effectiveness); (10) desentralisasi (decenralization); (11) kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat (private and civil society partnership); (12) komitmen pada pengurangan kesenjangan (commitment to reduce inequality); (13) komitmen pada lingkungan hidup (commitment to environmental protection); dan (14) komitmen pada pasar yang fair (commitment to fair market). [5]
Dari beberapa penjabaran diatas, dapat kita tarik benang merah dari adanya upaya pemerintahan Indonesia dalam upaya untuk melakukan proses reformasi birokrasi pada tataran pusat maupun daerah. Ini dilakukan mengingat adanya tuntutan dari masyarakat dalam perbaikan birokrasi di Indonesia yang nyatanya sering menimbulkan tanda tanya besar dalam penerapan kebijakan-kebijakan dan pelayanan publik.

Interpretasi Prinsip Good Governance di Indonesia
            Sebagai wujud dari adanya perpindahan atau pergantian mind-set tentang government ke governance, maka pemerintahan Indonesia mulai mencoba untuk melakukan proses reformasi birokrasi pada setiap aparatur negara yang ada baik dipemerintah pusat maupun di pemerintah daerah. Reformasi Birokrasi Aparatur Negara harus diwujudkan dalam wujud perubahan secara signifikan melalui tindakan atau rangkaian kegiatan pembaharuan secara konsepsional, sistemati, dan berkelanjutan dalam melakukan upaya penataan, perbaikan, penyempurnaan dan pembaharuan sistem, kebijakan dan peraturan perundang-undangan bidang aparatur negara, termasuk perbaikan akhlak-moral sesuai tuntutan lingkungan, memantapkan komitmen dan melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.
            Adapun strategi reformasi birokrasi, meliputi upaya-upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, percepatan pemberantasan korupsi, peningkatan kinerja SDM aparatur, manajemen kepegawaian berbasis kinerja, remunerasi dan meritrokrasi, diklat berbasis kompetensi, penyelesaian status tenaga honorer, pegawai harian lepas (PHL), dan pegawai tidak tetap (PTT), serta deregulasi dan debirokratisasi. Reformasi birokrasi dikelompokkan menjadi tujuh program untuk menciptakan Tata Pemerintahan Yang Bersih dan Berwibawa (RPJMN 2004-2009 Bab 14), yaitu (1) Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik; (2) Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntalibilitas Aparatur Negara; (3) Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan; (4) Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparaur; (5) Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik; (6) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara; dan (7) Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan.
            Pokok-pokok reformasi birokrasi pemerintahan harus dimulai dari penataan kelembagaan dan sumber daya manusia aparatur. Langkah selanjutnya adalah membuat mekanisme, pengaturan, sistem dan proseduryang sederhana dan tidak terbelit-belit, menegakkan akuntabilitas aparatur, meningkatkan dan menciptakan pengawasan yang komprehensif, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik menuju pelayanan publik yang berkualitas dan prima. Reformasi ini harus diprioritaskan pada unit-unit yang bergerk dalam pelayanan publik, seperti imigrasi, bea-cukai, pajak, pertanahan, kepolisian, kejaksaan, pemerintah daerah dan pada institusi atau instansi pemerintah yang rawan KKN, seperti pemerintah pusat/daerah, kepolisian, kejaksaan, legislatif, yudikatif, dan departemen dengan anggaran besar seperti departemen pendidikan, departemen agama, dan departemen pekerjaan umum.
            Ada beberapa rincian bidang-bidang yang memang harus mengalami reformasi birokrasi dengan penggunaan prinsip good governance. Yang pertama adalah dalam hal kelembagaan, kelembagaan yang dimaksudkan disini adalah tata cara pengelolaan organisasi atau lembaga ini dengan efektfi dan efisien. Artinya, substansi dari adanya suatu lembaga harus diprioritaskan dari pada harus berursan dengan struktural fungsional yang kurang termanajemen. Kemudian setelah itu adalah berkenaan dengan SDM aparatur negara, yang ingin ditekankan disini adalah upaya peningkatan kualitas para aparatur negara dengan layanan pelatihan-pelatihan tentang pelayanan publik yang baik. Selain itu juga dalam mekanisme proses seleksi PNS atau aparatur negara lainnya yang memang harus dierketat dengan mengkuti standar open rekrutmen PNS yang telah ditetapkan sebelumnya. Selanjutnya adalah mengenai Tata Laksana dan Manajemen, yaitu bagaiamana Tata Laksana dan Manajemen ini berjalan secara sederhana oleh mekanisme sistem prosedur kerja yang tertib, efisien, dan efektif.
Kemudian mengenai Akuntabilitas Kinerja Aparatur, penerapan sistemini alah ditandai dengan adanya Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Dimana ini dimaksudkan sebagai sarana evaluasi kinerja badan atau aparatur negara dari para stakeholder (atasan, masyarakat, dan pihak lain yang berkepentingan. Lalu, yang harus diperhatikan lagi adalah masalah pengawasan. Setelah adanya pengawasan, adanya pelayanan publik sebagai barometer transparansi dan akuntabilitas diharapkan mendorong adanya pelayanan prima dari pemerintah kepada rakyatnya. Kemudian yang harus disinggung adalah mengenai Budaya Kerja Produktif, Efisien, dan Efektif. Dengan adanya hal yang demikian, diharapkan mampu mengubah pola pikir aparatur negara agar melakukan pekerjaannya dengan baik, produktif, efisien, dan efektif. Dan yang terakhir adalah Kordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi. Yaitu peningkatan program dan pelaksanaan dengan pemantauan dan evaluasi, pengawasan dan pengendalian program pendayagunaan aparatur negara. Dengan adanya kordinasi, integrasi,dan sinkronisasi ini diharapkan mampu mencapai stabilitas antara badan atau lembaga yang satu dengan yang lainnya.

SIMPULAN
             Dengan melihat situasi dan kondisi Indonesia yang saat ini mungkin masih tingkat pelayanan publik dan birokasi yang dekat denan KKN, maka reformasi birokrasi haruslah segera diimplementasikan dengan baik.
 Prinsip Good Governance sangatlah cocok ketika diterapkan pada negara berkembang seperti Indonesia saat ini. Dimana Indonesia yang menganut sistem demokrasi yang berimbas pada adanya otonomi tiap-tiap daerah perlu untuk kemudian mengedepankan pelayanan publik yang baik dan juga agar tidak miss kordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. 

DAFTAR PUSTAKA
-          Budiardjo, Miriam Prof. 2008. Dasar-Dasar ilmu Politik.Jakarta, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
-          Sumarto Sj, Hetifah. 2009. Inovasi, Partisipasi, Dan Good Goverance :20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
-          www.setneg.go.id



[1] Hatifah Sj. Sumarto, “Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance : 20 Prakarsa Inovatif dan Parsitipatif di Indonesia, Jakarta 2009, hlm xix.
[2] Ibid.
[3]  Hatifah Sj. Sumarto, “Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance : 20 Prakarsa Inovatif dan Parsitipatif di Indonesia, Jakarta 2009, hlm 2.
[4]  Ibid
[5] Dapat diakses melalui www.setneg.go.id

Comments

Popular posts from this blog

Teori Elit dalam Kebijakan Publik

ELIT DAN KEBIJAKAN : TINJAUAN TEORITIS TENTANG MODEL ELIT DALAM MEMAHAMI ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK Oleh : Iwan Ismi Febriyanto Abstract             In the analysis of public policy, of course, there are some models that can be used to focus on one subject of public policy itself. That is, before we alone make this a great and sturdy construction, of course, we must have a clear model. That is the reason why public policy analysis models are crucial in making or analyzing public policy. There are several models in the classification of policy analysis. However, here the author would like to focus on Elite Model Theory in the analysis of public policy. To find out how political institutions operate, how decisions are made then the informant's most relevant is the political elite. Elite is defined as "those that relate to, or have, an important position." Political elite to do with how power affects the person's public policy making. Here the role of the

TEORI NEW PUBLIC MANAGEMENT

DIALEKTIKA KEBIJAKAN PUBLIK : “STUDI KOMPARASI TEORI NEW PUBLIC MANAGEMENT DENGAN GOOD GOVERNANCE DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK” Oleh: Iwan Ismi Febriyanto Abstract Public sector organizations are often described unproductive, inefficient, always loss, low quality, poor innovation and creativity, as well as many other critics. The emergence of strong criticism directed at public sector organizations will then cause the movement to reform public sector management. One of the public sector reform movement is the emergence of the concept of New Public Management (NPM). The concept of new public management was initially introduced by Christopher Hood in 1991. When viewed from a historical perspective, modern management approaches in the public sector at first appear in Europe in the 1980s and 1990s as a reaction to the inadequacy of the traditional model of public administration. NPM emphasis at that time was the implementation of decentralization, devolution, and the m

Anarkisme, Liberalisme, dan Komunisme

Anarkisme, Liberalisme, dan Komunisme Analisis Mengenai Pengaruh dan Implementasinya dalam Kondisi Politik di Suatu Negara Oleh : Iwan Ismi Febriyanto BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG             Ideologi merupakan hal yang paling krusial dalam sejarah maupun masa depan kehidupan manusia, terutama dalam bidang politik dan ekonomi. Bagaimana ideologi mempunyai peran sebagai dasar maupun pijakan yang digunakan oleh suaru kelompok sebagai panutan dari apa yang akan dilakukannya kedepan. Kata ideologi sendiri pertama kali dikembangkan dan diperkenalkan oleh seorang filsuf dari negara Perancis yang bernama Antonie Destutt de Tracy di masa Revolusi Perancis. Antony Downs (1957:96) mengatakan bahwa ideology merupakan seperangkat asumsi dasar baik normatif maupun empiris mengenai sifat dan tujuan manusia atau masyarakat agar dapat dipakai untuk mendorong serta mengembangkan tertib politik.