Skip to main content

JURGEN HABERMAS


JURGEN HABERMAS
Oleh :IwanIsmiFebriyanto


Jurgen Habermas dilahirkan pada tanggal 18 Juni 1929 di kota Dusseldorf, Jerman. Dia dibesarkan di kota Gummersbach, kota kecil dekat dengan Dusseldorf. Ketika ia memasuki masa remaja diakhir Perang Dunia II, ia baru menyadari bersama bangsanya akan kejahatan rezim nasional-sosialis dibawah kepemimpinan Aldof Hitler. Mungkin hal ini yang mendorong pemikiran Habermas tentang pentingnya demokrasi di negaranya. Kemudian ia melanjutkan studinya di Universitas Gottingen, ia mempelajari kesusasteraan, sejarah, dan filsafat (Nicolai Hartmann) serta mengikuti kuliah psikologi dan ekonomi. Setelah itu, ia meneruskan studi filsafat di Universitas Bonn yang mana pada tahun 1954 ia meraih gelar “doktorfilsafat” dengan sebuah disertasi berjudul Das Absolute und die Geshichte (Yang Absolut danSejarah) merupakan studi tentang pemikiran Schelling. Berbarengan dengan itu juga, ia mulai lebih aktif dalam diskusi-diskusi politik. Hal ini juga yang mendorong Habermas untuk masuk kepartai National Socialist Germany.

Habermas menawarkan sebuah masyarakat tanpa dominasi, paksaan dan bebas penguasaan. Dengan apa? Dengan komunikasi. Yaitu “komunikasi bebas penguasaan”. Suatu komunikasi yang tidak terdistorsi secara ideologis. Bagaimana cara mengetahui bahwa suatu komunikasi bersifat murni dan bebas dari dominasi ideologi? Yaitu komunikasi yang seimbang, setiap partisipan memiliki kesempatan yang sama untuk melibatkan diri dalam perbincangan dan mengemukakan persetujuan-persetujuan, penolakan-penolakan, keterangan-keterangan, penafsiran-penafsiran, tetapi dengan tulus mengungkapkan perasaan-perasaan dengan sikap-sikap mereka tanpa pembatasan dari suatu kekuasaan. Komunikasi yang menghasilkan dengan konsensus-konsensus rasional yang dicapai oleh subyek-subyek yang berkompeten –ijma’–. Proses dialog itu ditempatkan dalam rangka proses menjadi dialog. Sebagai suatu arah umum, dialog itu mengerah pada suatu kebenaran sebagai konsensus. Lalu bagaimana mengetahui bahwa consensus itu benar? Nabi SAW pernah bersabda ”Laa tajtami’uu ummati ‘ala al-khoto’, umatku tidak akan bersepakat dalam kesalahan. Menurut Jurgen Habermas, komunikasi dapat menyelesaikan kemacetan Teori kritis yang ditawarkan oleh pendahulunya. Jurgen Habermas membedakan antara pekerjaan dan komunikasi (interaksi). Pekerjaan merupakan tindakan instrumental, jadi sebuah tindakan yang bertujuan untuk mencapai sesuatu. Sedangkan komunikasi adalah tindakan saling pengertian. Dalam tradisi Mazhab Frankfurt, teori dan praksis tidak dapat dipisahkan. Praksis dilandasi kesadaran rasional, rasio tidak hanya tampak dalam kegiatan-kegiatan yang berkerja melulu, melainkan interaksi dengan orang lain menggunakan bahasa sehari-hari. Selain itu juga, para pendahulunya memandang rasionalitas sebagai penaklukan, kekuasaan. Kedua hal itulah yang membuat kemacetan dalam Teori Kritis menurut Jurgen Habermas. Pandangan ini telah membuat sudut pandang masyarakat tentang krtik dengan penaklukan itu sama dan praksis dengan penaklukan itu sama. Jurgen Habermas berpendirian kritik hanya dapat maju dengan rasio komunikatif yang dimengerti sebagai praksis komunikatif atau tindakan komunikatif. Masyarakat komunikatif bukanlah masyarakat yang melakukan kritik melalui revolusi atau kekersan, tetapimelalui argumentasi. Kemudian Habermas membedakan dua macam argumentasi, yaitu: perbincangan atau diskursus dan kritik. Salah satu gagasannya dalam bidang politika dalah menerapkan konsep demokrasi deliberatif. Kata “deliberasi” berasal daribahasa Latin deliberatio yang kemudian dalam bahasa Inggris menjadi deliberation. Istilah ini memilikiarti “konsultasi”, “menimbang-nimbang”, atau dalam istilah politika dalah “musyawarah”. Pemakian istilah demokrasi memberikan makna tersendiri bagi konsep demokrasi. Istilah demokrasi deliberative memiliki makna yang tersirat yaitu diskursus praktis, formasi opini dan aspirasi politik, serta kedaulatan rakyat sebagai prosedur.
Teori demokrasi deliberatif tidak memfokuskan pandangannya dengan aturan-aturan tertentu yang mengatur warga, tetapi sebuah prosedur yang menghasilkan aturan-aturan itu.Teori ini membantu untuk bagaimana keputusan-keputusan politis diambil dan dalam kondisi bagaimanakah aturan-aturan tersebut dihasilkan sedemikian rupa sehingga warga Negara mematuhi peraturan-peraturan tersebut. Dengan kata lain, demokrasi deliberative meminati kesahihan keputusn-keputusan kolektif itu. Secara tidak langsung, opini-opini publik di sini dapat mengklaim keputusan-keputusan yang membuat warga mematuhinya. Di dalam demokrasi deliberatif, kedaulatan rakyat dapat mengkontrol keputusan-keputusan mayoritas. Kita sebagai rakyat dapa tmengkritisi keputusan-keputusan yang dibuatoleh orang-orang yang memegang mandat. Jika kita berani mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka secara tidak langsung kita sudah menjadi masyarakat rasional, bukan lagi masyarakat irasional. Opini public atau aspirasi memiliki fungsi untuk mengendalikan politik formal atau kebijakan-kebijakan politik. Jika kita berani mengkritik kebijakan-kebijakan yang legal itu, secara tidak langsung kita sudah tunduk terhadap sistem.


                                                                                   

Comments

Popular posts from this blog

Teori Elit dalam Kebijakan Publik

ELIT DAN KEBIJAKAN : TINJAUAN TEORITIS TENTANG MODEL ELIT DALAM MEMAHAMI ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK Oleh : Iwan Ismi Febriyanto Abstract             In the analysis of public policy, of course, there are some models that can be used to focus on one subject of public policy itself. That is, before we alone make this a great and sturdy construction, of course, we must have a clear model. That is the reason why public policy analysis models are crucial in making or analyzing public policy. There are several models in the classification of policy analysis. However, here the author would like to focus on Elite Model Theory in the analysis of public policy. To find out how political institutions operate, how decisions are made then the informant's most relevant is the political elite. Elite is defined as "those that relate to, or have, an important position." Political elite to do with how power affects the person's public policy making. Here the role of the

TEORI NEW PUBLIC MANAGEMENT

DIALEKTIKA KEBIJAKAN PUBLIK : “STUDI KOMPARASI TEORI NEW PUBLIC MANAGEMENT DENGAN GOOD GOVERNANCE DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK” Oleh: Iwan Ismi Febriyanto Abstract Public sector organizations are often described unproductive, inefficient, always loss, low quality, poor innovation and creativity, as well as many other critics. The emergence of strong criticism directed at public sector organizations will then cause the movement to reform public sector management. One of the public sector reform movement is the emergence of the concept of New Public Management (NPM). The concept of new public management was initially introduced by Christopher Hood in 1991. When viewed from a historical perspective, modern management approaches in the public sector at first appear in Europe in the 1980s and 1990s as a reaction to the inadequacy of the traditional model of public administration. NPM emphasis at that time was the implementation of decentralization, devolution, and the m

Anarkisme, Liberalisme, dan Komunisme

Anarkisme, Liberalisme, dan Komunisme Analisis Mengenai Pengaruh dan Implementasinya dalam Kondisi Politik di Suatu Negara Oleh : Iwan Ismi Febriyanto BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG             Ideologi merupakan hal yang paling krusial dalam sejarah maupun masa depan kehidupan manusia, terutama dalam bidang politik dan ekonomi. Bagaimana ideologi mempunyai peran sebagai dasar maupun pijakan yang digunakan oleh suaru kelompok sebagai panutan dari apa yang akan dilakukannya kedepan. Kata ideologi sendiri pertama kali dikembangkan dan diperkenalkan oleh seorang filsuf dari negara Perancis yang bernama Antonie Destutt de Tracy di masa Revolusi Perancis. Antony Downs (1957:96) mengatakan bahwa ideology merupakan seperangkat asumsi dasar baik normatif maupun empiris mengenai sifat dan tujuan manusia atau masyarakat agar dapat dipakai untuk mendorong serta mengembangkan tertib politik.